Saatnya Ahlu Haq Berlaku Jujur !
SAATNYA AHLU HAQ BERLAKU JUJUR
Oleh
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan ditanya : Diantara persoalan yang menimbulkan kesamaran sekarang ini bagi sebagian pemuda adalah munculnya berbagai kemaksiatan dan kemungkaran yang jelas bertentangan dengan ajaran agama di tengah masyarakat Islam. Kemudian pemuda-pemuda itu menganggapnya sebagai masyarakat jahiliyah. Sangat disayangkan beberapa orang yang disebut sebagai pemikir Islam justru banyak mengobral istilah tersebut. Tentunya Syaikh yang mulia sudah mengatahui dampak buruk dari perkataan tersebut.
Jawaban.
Ahamdulillah Rabbil ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, wa ba’du.
Eksistensi haq dan batil serta peperangan antara keduanya merupakan perkara yang sudah dimaklumi bersama. Semenjak Adam diturunkan ke bumi, peperangan antara haq dan batil terus berlangsung. Akan tetapi jika orang-orang yang berada di atas haq berlaku jujur dan berniat ikhlas niscaya mereka akan mendapat pertolongan. Namun jika di antara mereka saling tidak memperdulikan dan tercerai berai serta saling tidak memahami dan merujuk kepada kebenaran maka perselisihan akan semakin meruncing dan jurang perpecahan akan semakin melebar. Allah telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab supaya manusia dapat menegakkan keadilan dan kebenaran. Sungguh sangat keliru seorang muslim yang menunggu masyarakat yang seteril dari kemungkaran dan hanya ada satu kebenaran tanpa ada perlawanan dari kebatilan. Kondisi seperti itu tidak mungkin tercipta, sunnatullah telah menetapkan bahwa peperangan antara haq dan batil akan terus berlangsung agar Allah mengetahui siapa saja yang membela agamanya dan siapa yang hidup maka hidupnya diatas keterangan yang nyata. Sejak generasi pertama umat ini, masyarakat Islam tidak terlepas dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individunya, sebagai buktinya adalah pelaksanaan hukuman-hukuman pidana di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian pula di zaman Khalifah Rasyidah dan Khilafah-khilafah Islamiyah dari masa ke masa sampai sekarang.
Namun walaupun demikian, kaum muslimin, terutama para ulama tetap menegakkan dakwah kepada jalan Allah di atas pelita ilmu. Menerangkan kebenaran dan mengajak manusia kembali ke jalan Allah serta memperingatkan manusia dari setiap pelanggaran perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka juga bersikap santun kepada pelaku maksiat, mereka anggap pelaku maksiat itu seperti orang sakit yang butuh pengobatan, tidak mereka jadikan sebagai mangsa atau ajang memperebutkan harta ghanimah.
Termasuk kaidah dalam aqidah Ahlus Sunnah adalah mencintai kaum mukminin sesuai dengan kadar keimanan yang mereka miliki serta membenci mereka sesuai dengan kadar maksiat yang mereka lakukan. Dengan demikian martabat manusia berbeda-beda sesuai dengan kadar keteguhan dan keistiqomahan mereka mejalankan agama, sesuai dengan kedudukan dan kecintaan mereka kepada agama dan sesuai dengan kadar perintah yang mereka lalaikan dan larangan yang mereka langgar.
Akan tetapi hal itu tidak menjurus kepada pengkafiran, permusuhan dan pemutusan hubungan dan mengabaikan memberikan nasihat dan bersikap santun kepada mereka. Bahkan setiap muslim wajib memberi nasihat dan bersungguh-sungguh dalam menasihati dan membimbing saudaranya seagama. Saya yakin, mayoritas pemuda muslim yang hidup di tengah kebangkitan Islam sekarang ini mengetahui perkara tersebut. Memang benar, ada diantara mereka ada yang besikap ekstrim dan tidak menempatkan persoalan sesuai dengan porsinya. Mereka tidak menginginkan terjadinya pelanggaran syariat apapun bentuknya.
Bagi mereka siapa saja yang melalaikan persoalan ini -menurut pemahaman sebagian mereka- tidak berhak menjadi pemimpin dan tidak boleh diserahkan mengurus urusan kaum muslimin. Menurut mereka orang tersebut sama sekali tidak akan mau mengenyahkan kebatilan. Hal itu mereka lakukan tanpa meneliti dan mempelajari serta memahami persoalan sebenarnya dan tanpa melihat positif negatif dan baik buruknya. Tanpa melihat sebab-sebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut. Dan tanpa melihat akibat tindakan mereka yang tergesa-gesa dan terburu-buru. Dan tanpa melihat latar belakang terjadinnya pelanggaran-pelanggaran syariat yang dilakukan masyarakat.
Ternyata segelintir pemuda tadi tidak menyelami sisi yang kita sebutkan tadi. Bagi mereka cuma ada satu semangat, yaitu semangat mengubah kemungkaran tanpa mengetahui ilmunya. Hingga sebagian mereka jika mendengar berita, tanpa mengecek kebenarannya (apakah benar atau tidak) langsung mengomentarinya dalam khutbah-khutbah atau majelis-majelis. Sudah barang tentu, seseorang harusnya mengetahui akar permasalahannya terlebih dahulu. Apa penyebab terjadinya dan tersebarnya pelanggaran-pelanggaran syariat tersebut ? Dan apa saja wasilah yang mungkin ditempuh untuk menyelesaikan problematika tersebut atau minimal mengurangi tersebarnya keburukan.
Segelintir orang juga melupakan kaidah step by step dalam menyelesaikan masalah. Sebenarnya kaidah ini sudah dikenal dalam syariat Islam, sebagai buktinya adalah dakwah yang berkembang setahap demi setahap, maksiat yang dilakukan manusia pada zaman jahiliyah seperti minum khamar, riba, dan lainnya juga dilarang Islam secara bertahap. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghilangkannya, bukan dengan hitungan bulan atau hari ! Segelintir orang sepertinya ingin menyelesaikan problematika umat dalam waktu sekejap.
Mereka ingin segala kerusakan segera teratasi dalam waktu sehari atau dalam beberapa jam tanpa memperhatikan baik buruknya. Dalam syariat Islam kita ketahui bahwa Dienul Islam datang dengan membawa kaidah-kaidah agung yang mesti diperhatikan diantaranya :
“Tidak boleh merubah kemungkaran yang menimbulkan kemungkaran yang lebih besar daripada sebelumnya dan tidak boleh merubah kemungkaran yang menimbulkan kerusakan lebih besar daripada kemungkaran itu”.
Dienul Islam mengajak kita agar menciptakan maslahat dan menjauhi kerusakan. Jika kita dihadapkan kepada dua kerusakan maka kita diperintahkan untuk memilih kerusakan yang paling ringan, demikianlah ! Memperhatikan dan memahami perkara-perkara di atas sangatlah penting, lebih-lebih saat tersebarnya fitnah yang melumpuhkan masyarakat. Dalam kondisi demikian, seorang insan hendaknya bersikap arif tidak tergesa-gesa. Apalagi di zaman yang dalam sekejap desas-desus berubah menjadi kenyataan.
Seorang da’i dituntut bertindak bijaksana dan bersikap arif. Di sana terdapat segelintir orang yang memanfaatkan orang-orang awam untuk mencapai ambisi mereka. Mereka mendatangi sebagian orang-orang shalih yang lalai lalu dimanfaatkan untuk menyebarkan idielogi dan maksud-maksud kotor mereka. Dengan rapi mereka rancang hal itu selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk dapat menjerat orang shalih tersebut dalam jaring-jaring mereka. Lalu mereka ikat jaring-jaring tersebut hingga orang shalih tersebut bagaikan lembu dicocok hidungnya di tangan mereka.
Seorang muslim hendaknya mengetahui masalah ini dan hendaknya menyadari bahwa sebuah masyarakat Islam harus menghormati ulama dan orang yang lebih senior diantara mereka. Kita semua wajib berjalan di atas pedoman Salafush Shalih, diantaranya adalah menghormati ulama. Hingga sekalipun seseorang merasa maslahat yang dikatakannya lebih besar daripada maslahat yang dikatakan oleh ulama yang lebih senior daripadanya. Ia harus diam dan tidak boleh menyanggah orang yang lebih senior daripadanya.
Sebagai contoh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu memiliki beberapa pendapat, sementara Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu memilih bermusyawarah dengan sahabat-sahabat yang lebih senior, Ibnu Abbas tidaklah mengomentarinya. Ketika Umar bin Khaththab pergi barulah Ibnu Abbas angkat bicara. Ditanyakan kepadanya : “Mengapa anda tidak berbiacara di hadapan Umar? Beliau menjawab : “Tidaklah pantas saya berbicara dihadapan para syaikh” Demikian pula Abullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma serta sahabat-sahabat lainnya Radhiyallahu ‘anhum, Mereka sangat menghormati ulama. Namun realita yang kita temukan sekarang, banyak oknum yang melecehkan ulama. Padahal kepada ulamalah solusi problematika umat ini diserahkan. Kita dapati sebagian oknum menjuluki ulama dengan gelar-gelar yang tidak pantas. Kita tandaskan bahwa seorang penuntut ilmu bahkan juga seorang mukmin tidak pantas melakukannya. Perbuatan itu hanya pantas dilakukan oleh orang kafir yang alergi terhadap kebenaran. Sebagian kecil pemuda yang masih hijau melemparkan kesalahan ini tanpa melihat akibatnya, ia membeberkannya tanpa menyadari akibat buruk yang bakal terjadi.
Maksudnya saya ingin mengajak pemuda-pemuda itu supaya bersikap arif dan tidak keburu nafsu, menghormati ulama dan menimbang maslahat orang banyak. Hendaknya mereka memperhatikan akibat buruk dari perkataan yang mereka ucapkan.
[Disalin dari kitab Muraja’att fi Fiqhil Waqi’ As-Siyasi wal Fikri ‘ala Dhauil Kitabi wa Sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur’an & As-Sunnah, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad Ar-Rifai. Penerbit Darul Haq – Jakarta, Penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2468-saatnya-ahlu-haq-berlaku-jujur.html